September 2011
Penetapan mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan mantan sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2007 masih menjadi tanya besar bagi pengacara Junimart Girsang. Junimart yang menjadi pembicara pada seminar nasional Penegakan Hukum Berkarakter Pancasila, di Fakultas Hukum Universitas Simalungun (USI), Rabu (14/9) kembali menegaskan keinginan kliennya agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar menghadirkan seluruh saksi a de charge (meringankan). Salah satunya Kapolresta Pematangsiantar di tahun 2009 AKBP Andreas Kusmaedi (bukan AKBP Alberd Sianipar). Sebab dugaan korupsi dana bansos dan juga dana rehabilitasi atau pemeliharaan di Dinas Pekerjaan Umum tahun 2007 dinilai tidak memenuhi azas pelanggaran hukum.
“Saya sudah teliti dan uji berkas yang disampaikan KPK untuk menetapkan RE Siahaan menjadi tersangka. Sebanyak Rp11 miliar dana yang katanya dikorupsi, ternyata seluruhnya telah dipertanggungjawabkan RE Siahaan selaku wali kota kepada DPRD. Dan laporan pertangungjawabannya diterima DPRD,” terang Junimart.
Masih kata Junimart, terkait tuduhan korupsi yang diarahkan kepada RE Siahaan, menurutnya kurang berdasar serta tidak mematuhi aturan hukum. Pasalnya, sekitar Desember 2007, Asisten Bidang Administrasi Setdako Marihot Situmorang telah meminta Inspektorat memeriksa kegiatan di Bagian Bina Sosial tahun 2007 dalam rangka serah terima kepada pejabat baru.
Selanjutnya Ispektorat melakukan pemeriksaan yang dinyatakan dalam laporan Nomor 700/281.a/2008 tertanggal 28 April 2008. Hasil pemeriksaan Inspektorat yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdapat dana Rp4.712.495.200 yang tidak dapat di pertanggungjawabkan Aslan selaku pejabat lama.
Rinciannya, penerimaan 1 Januari 2007-28 Desember 2007 sebesar Rp16.805.755.000, dan pengeluaran Rp12.093.259.800. BAP tersebut ditandatangani Kepala Inspektorat Nelson Siahaan, Kepala Bagian Bina Sosial Cristina Risfani Sidauruk, serta tim pemeriksa Mars Rumahorbo, Asbullah, dan Salamah.
“Berdasarkan BAP tersebut, klien kami mengirimkan surat kepada Kapolresta Siantar yang saat itu dijabat AKBP Andreas Kusnaedi atas adanya dana Rp4,7 miliar lebih dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Aslan. Hasilnya, setelah melalui rangkaian proses pro justicia, Aslan ditetapkan tersangka. Tapi Aslan keburu menghilang, ketika Kejaksaan Negeri Pematangsiantar melalui surat No 699/N.2.12/Fd.1/04/2009 tertanggal 23 April 2009 menyatakan berkas pidana atas nama tersangka Aslan telah lengkap (P21). Selanjutnya Kejaksaan Negeri meminta penyerahan tanggungjawab tersangka Aslan berikut barang bukti dari Kapolresta. Hanya saja, tersangka tidak dapat dihadirkan karena telah melarikan diri dan dinyatakan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Ini yang lucu. RE Siahaan dipaksa bertanggungjawab untuk pekerjaan yang dilakukan Aslan. Berkas sudah lengkap, seharusnya polisi mengejar Aslan. Jangan karena tidak mampu, malah mengarahkan kesalahan kepada klien kami,” tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan Junimart, kuitansi dari Bagian Bina Sosial sebesar Rp1,5 miliar untuk pembayaran DPR tertanggal 19 Desember 2007 yang ditandatangani di atas materai oleh Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang, kata RE Siahaan ketika berada di KPK, perlu penyidikan lebih lanjut terhadap ketiga orang yang menandatanganinya.
“Perlu dipertanyakan, kenapa KPK tidak mengembangkan penyidikan serta terkesan hanya konsentrasi pada klien kami sebagai tersangka? Klien kami mengetahui adanya kuitansi tersebut setelah di KPK. Sehingga ada dugaan kuitansi tersebut hanya dokumen palsu yang sengaja direkayasa secara bersama-sama oleh Cristina Risfani Sidauruk, Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang. Kenapa mereka (Risfani dan tiga mantan asisten, red) serta DPR yang dimaksud tidak dijadikan tersangka serta ditangkap?” tanya Junimart.
Junimart berharap, demi terang benderangnya perkara kliennya, berkeadilan, serta sesuai prinsip-prinsip penegakan hukum yang transparan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, permohonan untuk memanggil serta memeriksa saksi a de charge segera dapat dikabulkan. “Terkait bagaimana mendatangkan saksi, tentu KPK yang lebih menguasai hal tersebut,” tukasnya. (esa/awa)
Saksi yang Diajukan RE Siahaan
Nama Jabatan
1. Nelson Siahaan Kepala Inspektorat tahun 2007
2. Mars Rumahorbo Tim Pemeriksa Inspektorat
3. Asbullah Tim Pemeriksa Inspektorat
4. Salamah Tim Pemeriksa Inspektorat
5. Cristina Risfani Sidauruk Mantan Kabag Bina Sosial
6.Yan Muhammad Nasution Bendahara Bagian Bina Sosial 2007
7. MP Simajuntak Penyidik Polresta pada kasus Aslan
8. Marihot Situmorang Asisten III di tahun 2007
9. M Akhir Harahap Asisten II di tahun 2007
10. Lintong Siagian Asisten I di tahun 2007
11. Tioria Napitu Bendahara Umum Bagian Keuangan
12.Nelson Sembiring Kajari Pematangsiantar tahun 2009
13.AKBP Andreas Kusmaedi Kapolresta Siantar tahun 2009
14. James Lumbangaol Sekda tahun 2007 (meninggal dunia)
15. Waldemar Napitupulu Bendahara Umum Bagian Keuangan
Penetapan mantan Wali Kota Pematangsiantar RE Siahaan mantan sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial (bansos) tahun 2007 masih menjadi tanya besar bagi pengacara Junimart Girsang. Junimart yang menjadi pembicara pada seminar nasional Penegakan Hukum Berkarakter Pancasila, di Fakultas Hukum Universitas Simalungun (USI), Rabu (14/9) kembali menegaskan keinginan kliennya agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar menghadirkan seluruh saksi a de charge (meringankan). Salah satunya Kapolresta Pematangsiantar di tahun 2009 AKBP Andreas Kusmaedi (bukan AKBP Alberd Sianipar). Sebab dugaan korupsi dana bansos dan juga dana rehabilitasi atau pemeliharaan di Dinas Pekerjaan Umum tahun 2007 dinilai tidak memenuhi azas pelanggaran hukum.
“Saya sudah teliti dan uji berkas yang disampaikan KPK untuk menetapkan RE Siahaan menjadi tersangka. Sebanyak Rp11 miliar dana yang katanya dikorupsi, ternyata seluruhnya telah dipertanggungjawabkan RE Siahaan selaku wali kota kepada DPRD. Dan laporan pertangungjawabannya diterima DPRD,” terang Junimart.
Masih kata Junimart, terkait tuduhan korupsi yang diarahkan kepada RE Siahaan, menurutnya kurang berdasar serta tidak mematuhi aturan hukum. Pasalnya, sekitar Desember 2007, Asisten Bidang Administrasi Setdako Marihot Situmorang telah meminta Inspektorat memeriksa kegiatan di Bagian Bina Sosial tahun 2007 dalam rangka serah terima kepada pejabat baru.
Selanjutnya Ispektorat melakukan pemeriksaan yang dinyatakan dalam laporan Nomor 700/281.a/2008 tertanggal 28 April 2008. Hasil pemeriksaan Inspektorat yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), terdapat dana Rp4.712.495.200 yang tidak dapat di pertanggungjawabkan Aslan selaku pejabat lama.
Rinciannya, penerimaan 1 Januari 2007-28 Desember 2007 sebesar Rp16.805.755.000, dan pengeluaran Rp12.093.259.800. BAP tersebut ditandatangani Kepala Inspektorat Nelson Siahaan, Kepala Bagian Bina Sosial Cristina Risfani Sidauruk, serta tim pemeriksa Mars Rumahorbo, Asbullah, dan Salamah.
“Berdasarkan BAP tersebut, klien kami mengirimkan surat kepada Kapolresta Siantar yang saat itu dijabat AKBP Andreas Kusnaedi atas adanya dana Rp4,7 miliar lebih dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh Aslan. Hasilnya, setelah melalui rangkaian proses pro justicia, Aslan ditetapkan tersangka. Tapi Aslan keburu menghilang, ketika Kejaksaan Negeri Pematangsiantar melalui surat No 699/N.2.12/Fd.1/04/2009 tertanggal 23 April 2009 menyatakan berkas pidana atas nama tersangka Aslan telah lengkap (P21). Selanjutnya Kejaksaan Negeri meminta penyerahan tanggungjawab tersangka Aslan berikut barang bukti dari Kapolresta. Hanya saja, tersangka tidak dapat dihadirkan karena telah melarikan diri dan dinyatakan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Ini yang lucu. RE Siahaan dipaksa bertanggungjawab untuk pekerjaan yang dilakukan Aslan. Berkas sudah lengkap, seharusnya polisi mengejar Aslan. Jangan karena tidak mampu, malah mengarahkan kesalahan kepada klien kami,” tukasnya.
Lebih lanjut dikatakan Junimart, kuitansi dari Bagian Bina Sosial sebesar Rp1,5 miliar untuk pembayaran DPR tertanggal 19 Desember 2007 yang ditandatangani di atas materai oleh Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang, kata RE Siahaan ketika berada di KPK, perlu penyidikan lebih lanjut terhadap ketiga orang yang menandatanganinya.
“Perlu dipertanyakan, kenapa KPK tidak mengembangkan penyidikan serta terkesan hanya konsentrasi pada klien kami sebagai tersangka? Klien kami mengetahui adanya kuitansi tersebut setelah di KPK. Sehingga ada dugaan kuitansi tersebut hanya dokumen palsu yang sengaja direkayasa secara bersama-sama oleh Cristina Risfani Sidauruk, Lintong Siagian, M Akhir Harahap, dan Marihot Situmorang. Kenapa mereka (Risfani dan tiga mantan asisten, red) serta DPR yang dimaksud tidak dijadikan tersangka serta ditangkap?” tanya Junimart.
Junimart berharap, demi terang benderangnya perkara kliennya, berkeadilan, serta sesuai prinsip-prinsip penegakan hukum yang transparan dan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, permohonan untuk memanggil serta memeriksa saksi a de charge segera dapat dikabulkan. “Terkait bagaimana mendatangkan saksi, tentu KPK yang lebih menguasai hal tersebut,” tukasnya. (esa/awa)
Saksi yang Diajukan RE Siahaan
Nama Jabatan
1. Nelson Siahaan Kepala Inspektorat tahun 2007
2. Mars Rumahorbo Tim Pemeriksa Inspektorat
3. Asbullah Tim Pemeriksa Inspektorat
4. Salamah Tim Pemeriksa Inspektorat
5. Cristina Risfani Sidauruk Mantan Kabag Bina Sosial
6.Yan Muhammad Nasution Bendahara Bagian Bina Sosial 2007
7. MP Simajuntak Penyidik Polresta pada kasus Aslan
8. Marihot Situmorang Asisten III di tahun 2007
9. M Akhir Harahap Asisten II di tahun 2007
10. Lintong Siagian Asisten I di tahun 2007
11. Tioria Napitu Bendahara Umum Bagian Keuangan
12.Nelson Sembiring Kajari Pematangsiantar tahun 2009
13.AKBP Andreas Kusmaedi Kapolresta Siantar tahun 2009
14. James Lumbangaol Sekda tahun 2007 (meninggal dunia)
15. Waldemar Napitupulu Bendahara Umum Bagian Keuangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks ..............