Hari itu langit berawan, hatiku juga. Aku tahu, hari itu kakakku akan tinggal dengan orang tua angkatnya. Aku tak mempunyai suara untuk berkeberatan dengan keputusan ayahku. Aku masih dianggap kanak-kanak waktu itu. Kata beliau, aku belum mengerti kondisi. Aku sudah masuk SMP, apa yang belum kumengerti? Beban hidup keluarga yang semakin berat? Ekonomi keluarga yang semakin melemah? Atau tentang kebanggaan keluarga karena ada guru yang ingin menjadikan kakakku sebagai anak angkatnya? Apa yang masih belum ku mengerti? Jika aku diberi hak untuk bertanya, adakah yang mengerti pada perasaan takutku terpisah dari kakakku yang kian hari semakin mencekam? Tak ada kurasa..
Hari itu juga, hampir maghrib aku baru sampai dirumah. Aku tak menemukan kakakku. Aku tahu, sepulang sekolahnya, Ia sudah harus pulang kerumah gurunya, orang tua angkatnya. Aku melempar tas sekolahku ke sembarang arah, dan membiarkan tubuhku yang masih memakai seragam olah raga, menubruk bantal guling di kamar tidurku. Tangisku, membuat ibuku menangis. Kehilangan..
***
Terakhir melihat kakakku sebelum hijrah kerumah orang tua angkatnya, adalah waktu aku berangkat ke sekolah dengan Vera teman sakelasku, hujan deras, satu payung kupakai berdua dengan Vera. Di jalan, langkah kami yang lelet tersusul oleh Kakakku, berseragam putih abu-abu, menggendong ranselnya, dan memayungi tubuhnya dengan pelepah daun pisang yang masih segar. Aku meliriknya disela guyuran hujan, dia menyunggingkan seutas senyumnya, 'selamat berpisah' mungkin begitu artinya. Aku memalingkan wajahku, perih menggores-gores hatiku. Lalu aku mendengarnya bernyanyi, seperti sedang menggodaku atau.. menyemangati hati kami mungkin, ''Ayoo.. Sekolaah.'' begitu ia bernyanyi, ya, perpisahan ini untuk sekolah, demi kelanjutan sekolah kami. Tapi tetap saja..
***
Air mendidih hampir saja mengguyur kakikku, ketel berisi air mendidih itu terlepas dari tanganku, semua maklum, aku terlalu banyak melamun. Sebelumnya pun aku beberpa kali menjatuhkan dan memecahkan barang-barang dirumah. Pikiranku benar-benar kacau, kesedihan dari rasa kehilanganku belum juga mau beranjak dari hatiku. Kakakku satu-satunya, tempatku bercanda, mengadu, bertanya ini dan itu, beradu mulut, dan semunya yang ku jalani dengannya, tiba-tiba harus jauh dari pandanganku. Vera bilang aku cengeng, aku manja, aku berlebihan dengan rasa kehilanganku, tapi apa peduliku? Dia tak akan mengerti karena dia tak mengalami. Vera orang kaya di kampungku, Kakak perempunnya kuliah di Jakarta, bisa pulang setiap hari karena keluarganya memiliki mobil pribadi, lagi pula hubungan antara Vera dan Kakaknya tak begitu akrab, mungkin usia mereka yang terpaut jauh. terkesan sibuk dengan kehidupan masing-masing. Sementara aku dengan Kakakku? Aku sendiri belum bisa menjelaskan sedekat apa kedekatanku dengannya. Hanya yang mengalami yang bisa mengerti..
***
Sebulan. Tak diduga kakakku pulang untuk mengambil bajunya dan beberapa barang lain yang lupa dibawa. Sayangnya aku tak ada dirumah, masih jam sekolah, dan kakakku hanya pulang sebentar, tak boleh lama-lama katanya. Aku kecewa, padahal rinduku sudah tak terperi padanya, tak kah kakakku merasakan hal yang sama? Cerita ibuku, kakakku berkata.. ''Ga apa, biar si Neng jadi mandiri.''
Ah, kakakku.. Rasa rinduku tak ada hubungannya dengan kemandirian, tak mengertikah? Aku menyesali dalam hati. Hanya sisa-sisa bau parfumnya yang kucium, membuat rasa rindu semakin menyesakkan dadaku..
Sapu tangan merah jambu terlipat rapi di meja belajarku, wangi parfumnya sama dengan wangi parfum yang biasa dipakai Kakakku. Ibu bilang, Kakak menitipkannya untukku. Ah, lumayan untuk menyeka air mataku saat aku rindu.
***
Sekarang aku tak lagi dianggap kanak-kanak, tentu saja, aku sudah ingin menikah. Dan kakakku telah bekerja, semakin sedikit saja waktunya untuku meski dia talah tinggal kembali di rumah. Beberapa kali saja dalam sebulan Ia ke rumah orang tua angkatnya. Aku senang, tapi.. Banyak yang berubah, hubungan kami tak sehangat dulu. Hubungan kakak-adik yang sering dianggap tak wajar karena begitu dekatnya -malah beberapa orang yang tak tahu kami kakak beradik sering menganggap kami berpacaran-. Aku sampai ditegur ibu jadinya, karena khawtir hubungan kami memang tak biasa. Malu juga rasanya. Apa benar rasa saling menyayangi kami terlalu berlebihan? Terlarangkah? Sekarang siapa yang mesti ku persalahkan karena aku semakin jauh dari Kakakku? Kesibukan, atau karena kami telah sama-sama memiliki calon pendamping hidup? Aku tak tahu, tapi aku begitu tak nyaman dengan keadaan ini, Kakakku semakin bersikap datar, bicara pun seperlunya saja, canda tawa dan perang mulut tak ada lagi. Rasa kehilangan yang lebih mendalam dari rasa kehilangan dulu ketika ia tinggal di rumah orang tua angkatnya. Karena yang berubah bukan jarak lagi, tapi sikapnya.
***
Aku tak tahan lagi dengan keadaan ini, tiga halaman sms mengungkapkan segala perasaan tak nyamanku ini padanya. Tentang kehilanganku, tentang kerinduanku, tentang penyesalanku karena kesibukanku, juga aku menyatakan rasa sayangku padanya. Dua jam setelah dikirim, satu pesan diterima, dari A'a, kakakku.
''Slama neng nyimpen A dihati neng, slama itu A ttp ada, bahkan mungkin jika tlah trsisihkan skalipun.Satu hal, sdikitpun A ga mrasa di pihak yang bnar, adlah tak brguna jika mencari ksalahan utk dianggap benar.'' nyeri hatiku atas pernyataannya, aku kah yang selama ini telah menyisihkannya? Dan berpura-pura meminta ma'af untuk dianggap benar? Semunafik itukah aku..?
Ada rasa ingin setulusnya meminta ma'af dan menangis dalam pelukannya, tapi anggapan tak wajar masih terngiang-ngiang di telingaku, sebuah aib kah jika aku terlalu menyayangi Kakakku? Siapa yang mengerti jika tak mengalami..
***
Secarik kertas terselip di buku yang belum selesai ku baca. Siapa yang menyelipkannya..
MY HOPE
Wahai Kakakku..
Yang kasih sayangmu tak pernah kering dan sesejuk air Zam-zam
Aku tak pernah peduli apakah itu hanya fatamorgana atau kemuflase kata-katamu
Aku sudah sangat cukup bahagia dengan rangkaian kata yang luar biasa indah itu mengalir dari dirimu
Untukku.. Mungkin!
Tapi Kakakku, tak pernahkah hatimu tahu..
Aku bosan dengan sikap diammu!!
Aku merindukan marahmu dan kecewamusaat aku salah..
Bukan hanya tersenyum, diam, dan membiarkan aku tenggelam dalam duniaku
Rasa lelah dan penatku memintamu untuk menjadi mecusuar pengarah langkahku
Langkah-langkah kecilku yang rapuh dan rentan akan terjerembab
Seandainya hatimu tahu..
Betapa aku sangat menyayangimu
Betapa aku takut kehilanganmu
Betapa Aku benci jauh darimu
Harusnya hatimu menyadari, Dia menitipkan aku kepadamu untuk Kau jaga
Seperti dua insan tercinta yang begitu tulus menjaga kita
**
Ah, siapa lagi kalau bukan Athia. Adikku yang satu ini memang senang mendramatisir..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Thanks ..............